Fisika akan lebih menyenangkan dan tidak terlupakan jika dilakukan dengan banyak melakukan berbagai eksperimen. Sebagai ilmu dasar, fisika bukan hanya sekadar rumus.
Harus eksperimen, sementara rumus itu hanya alat bantu. Rumus mudah dilupakan, tetapi siswa tak akan melupakan eksperimennya. -- Perdamean Sebayang
Demikian dikatakan peneliti Pusat Penelitian (P2) Fisika LIPI, Perdamean Sebayang, Jumat (8/4/2011), di sela-sela acara Atma Jaya Science Fair 2011 di Unika Atma Jaya, Semanggi, Jakarta.
"Harus eksperimen, sementara rumus itu hanya alat bantu. Rumus mudah dilupakan, tetapi siswa tak akan melupakan eksperimennya," ujarnya.
Ia mengatakan, salah satu tugas pokok Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu cara menjalankan kewajiban itu adalah dengan turut aktif memasyarakatkan ilmu fisika agar lebih menarik perhatian masyarakat, khususnya generasi muda.
"Kami mencoba untuk membuat sekaligus mengembangkan ilmu fisika dalam kehidupan sehari-hari dan masa depan karena ilmu fisika merupakan ilmu dasar yang sangat penting bagi ilmu pengetahuan," kata Perdamean.
Menurut dia, menguasai ilmu fisika sangat berpengaruh pada percepatan pertumbuhan bangsa karena fisika dapat digunakan pada penelitian teknologi dan industri. Karena itu, lanjut Perdamean, perlu adanya perhatian lebih lanjut dari pemerintah, baik untuk pengadaan teknologi ataupun anggaran risetnya.
"Fisika perlu dipahami sebagai ilmu yang menarik dan berguna dalam kehidupan sehari-hari," katanya.
Sumber : http://www.kompas.com/
Salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah diperjalankannya beliau oleh Allah SWT melalui peristiwa Isra’ Mi’raj. Banyak yang coba mengungkapkan peristiwa tersebut secara ilmiah, salah satunya melalui Teori Fisika paling mutahir, yang dikemukakan oleh Dr. Stephen Hawking.
Stephen Hawking
Teori Lubang Cacing
Raksasa di dunia ilmu fisika yang pertama adalah Isaac Newton (1642-1727) dengan bukunya : Philosophia Naturalis Principia Mathematica, menerangkan tentang konsep Gaya dalam Hukum Gravitasi dan Hukum Gerak.
Kemudian dilanjutkan oleh Albert Einstein (1879-1955) dengan Teori Relativitasnya yang terbagi atas Relativitas Khusus (1905) dan Relativitas Umum (1907).
Dan yang terakhir adalah Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania Raya, 8 Januari 1942), beliau dikenal sebagai ahli fisika teoritis.
Dr. Stephen Hawking dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama sekali karena teori-teorinya mengenai tiori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan tulisan-tulisan topnya di mana ia membicarakan teori-teori dan kosmologinya secara umum.
Tulisan-tulisannya ini termasuk novel ilmiah ringan A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar bestseller di Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut, suatu periode terpanjang dalam sejarah.
Berdasarkan teori Roger Penrose :
“Bintang yang telah kehabisan bahan bakarnya akan runtuh akibat gravitasinya sendiri dan menjadi sebuah titik kecil dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, sehingga menjadi sebuah singularitas di pusat lubang hitam (black hole).“
Dengan cara membalik prosesnya, maka diperoleh teori berikut :
Lebih dari 15 milyar tahun yang lalu, penciptaan alam semesta dimulai dari sebuah singularitas dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, meledak dan mengembang. Peristiwa ini disebut Dentuman Besar (Big Bang), dan sampai sekarang alam semesta ini masih terus mengembang hingga mencapai radius maksimum sebelum akhirnya mengalami Keruntuhan Besar (kiamat) menuju singularitas yang kacau dan tak teratur.
Dalam kondisi singularitas awal jagat raya, Teori Relativitas, karena rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga akan menghasilkan besaran yang tidak dapat diramalkan.
Menurut Hawking bila kita tidak bisa menggunakan teori relativitas pada awal penciptaan “jagat raya”, padahal tahap-tahap pengembangan jagat raya dimulai dari situ, maka teori relativitas itu juga tidak bisa dipakai pada semua tahapnya.
Di sini kita harus menggunakan mekanika kuantum. Penggunaan mekanika kuantum pada alam semesta akan menghasilkan alam semesta “tanpa pangkal ujung” karena adanya waktu maya dan ruang kuantum.
Pada kondisi waktu nyata (waktu manusia) waktu hanya bisa berjalan maju dengan laju tetap, menuju nanti, besok, seminggu, sebulan, setahun lagi dan seterusnya, tidak bisa melompat ke masa lalu atau masa depan.
Menurut Hawking, pada kondisi waktu maya (waktu Tuhan) melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke waktu manapun dalam riwayat bumi, bisa pergi ke masa lalu dan ke masa depan.
Ilustrasi Lubang Cacing
Hal ini bermakna, masa depan dan kiamat (dalam waktu maya) menurut Hawking “telah ada dan sudah selesai” sejak diciptakannya alam semesta. Selain itu melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke manapun di seluruh alam semesta dengan seketika.
Jadi dalam pandangan Hawking takdir itu tidak bisa diubah, sudah jadi sejak diciptakannya.
Dalam bahasa ilmu kalam :
“Tinta takdir yang jumlahnya lebih banyak daripada seluruh air yang ada di tujuh samudera di bumi telah habis dituliskan di Lauhul Mahfudz pada awal penciptaan, tidak tersisa lagi (tinta) untuk menuliskan perubahannya barang setetes.”
Menurut Dr. H.M. Nasim Fauzi, sesuai dengan teori Stephen Hawking, manusia dengan waktu nyatanya tidak bisa menjangkau masa depan (dan masa silam).
Tetapi bila manusia dengan kekuasaan Allah, bisa memasuki waktu maya (waktu Allah) maka manusia melalui “lubang cacing” bisa pergi ke masa depan yaitu masa kiamat dan sesudahnya, bisa melihat masa kebangkitan, neraka dan shiroth serta bisa melihat surga kemudian kembali ke masa kini, seperti yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW, sewaktu menjalani Isra’ dan Mi’raj.
Dari sinilah Rasulullah SAW diperjalankan oleh Allah SWT ke langit.
Sebagaimana firman Allah :
Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidrotil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal . . .
(QS. An Najm / 53:13-15)
Nampaknya dalam mengungkap Perjalanan Isra, Teori Hawking dengan “Lubang Cacing”-nya, sama logisnya dengan Teori Menerobos Garis Tengah Jagat Raya namun meskipun begitu, teori Hawking, tidak semuanya bisa kita terima dengan mentah-mentah.
Seandainya benar, Rasulullah diperjalankan Allah melalui “lubang cacing” semesta, seperti yang diutarakan oleh Dr. H.M. Nasim Fauzi, harus diingat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan lintas alam, yakni menuju ke tempat yang kelak dipersiapkan bagi umat manusia, di masa mendatang (surga).
Rasulullah dari masa ketika itu (saat pergi), berangkat menuju surga, dan pada akhirnya kembali ke masa ketika itu (saat pulang).
Dan dengan mengambil teladan peristiwa Isra, kita bisa ambil kesimpulan :
1. Manusia dengan kekuasaan Allah, dapat melakukan perjalanan lintas alam, untuk kemudian kembali kepada waktu normal.
2. Manusia yang melakukan perjalanan ke masa depan, namun masih pada ruang dimensi alam yang sama, tidak akan kembali kepada masa silam (mungkin sebagaimana terjadi pada Para Pemuda Kahfi).
3. Manusia sekarang, ada kemungkinan dikunjungi makhluk masa silam, tetapi mustahil bisa dikunjungi oleh makhluk masa depan. Hal ini semakin mempertegas, semua kejadian di masa depan, hanya dipengaruhi oleh kejadian di masa sebelumnya.
Stephen Hawking
Teori Lubang Cacing
Raksasa di dunia ilmu fisika yang pertama adalah Isaac Newton (1642-1727) dengan bukunya : Philosophia Naturalis Principia Mathematica, menerangkan tentang konsep Gaya dalam Hukum Gravitasi dan Hukum Gerak.
Kemudian dilanjutkan oleh Albert Einstein (1879-1955) dengan Teori Relativitasnya yang terbagi atas Relativitas Khusus (1905) dan Relativitas Umum (1907).
Dan yang terakhir adalah Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania Raya, 8 Januari 1942), beliau dikenal sebagai ahli fisika teoritis.
Dr. Stephen Hawking dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama sekali karena teori-teorinya mengenai tiori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan tulisan-tulisan topnya di mana ia membicarakan teori-teori dan kosmologinya secara umum.
Tulisan-tulisannya ini termasuk novel ilmiah ringan A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar bestseller di Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut, suatu periode terpanjang dalam sejarah.
Berdasarkan teori Roger Penrose :
“Bintang yang telah kehabisan bahan bakarnya akan runtuh akibat gravitasinya sendiri dan menjadi sebuah titik kecil dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, sehingga menjadi sebuah singularitas di pusat lubang hitam (black hole).“
Dengan cara membalik prosesnya, maka diperoleh teori berikut :
Lebih dari 15 milyar tahun yang lalu, penciptaan alam semesta dimulai dari sebuah singularitas dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, meledak dan mengembang. Peristiwa ini disebut Dentuman Besar (Big Bang), dan sampai sekarang alam semesta ini masih terus mengembang hingga mencapai radius maksimum sebelum akhirnya mengalami Keruntuhan Besar (kiamat) menuju singularitas yang kacau dan tak teratur.
Dalam kondisi singularitas awal jagat raya, Teori Relativitas, karena rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga akan menghasilkan besaran yang tidak dapat diramalkan.
Menurut Hawking bila kita tidak bisa menggunakan teori relativitas pada awal penciptaan “jagat raya”, padahal tahap-tahap pengembangan jagat raya dimulai dari situ, maka teori relativitas itu juga tidak bisa dipakai pada semua tahapnya.
Di sini kita harus menggunakan mekanika kuantum. Penggunaan mekanika kuantum pada alam semesta akan menghasilkan alam semesta “tanpa pangkal ujung” karena adanya waktu maya dan ruang kuantum.
Pada kondisi waktu nyata (waktu manusia) waktu hanya bisa berjalan maju dengan laju tetap, menuju nanti, besok, seminggu, sebulan, setahun lagi dan seterusnya, tidak bisa melompat ke masa lalu atau masa depan.
Menurut Hawking, pada kondisi waktu maya (waktu Tuhan) melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke waktu manapun dalam riwayat bumi, bisa pergi ke masa lalu dan ke masa depan.
Ilustrasi Lubang Cacing
Hal ini bermakna, masa depan dan kiamat (dalam waktu maya) menurut Hawking “telah ada dan sudah selesai” sejak diciptakannya alam semesta. Selain itu melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke manapun di seluruh alam semesta dengan seketika.
Jadi dalam pandangan Hawking takdir itu tidak bisa diubah, sudah jadi sejak diciptakannya.
Dalam bahasa ilmu kalam :
“Tinta takdir yang jumlahnya lebih banyak daripada seluruh air yang ada di tujuh samudera di bumi telah habis dituliskan di Lauhul Mahfudz pada awal penciptaan, tidak tersisa lagi (tinta) untuk menuliskan perubahannya barang setetes.”
Menurut Dr. H.M. Nasim Fauzi, sesuai dengan teori Stephen Hawking, manusia dengan waktu nyatanya tidak bisa menjangkau masa depan (dan masa silam).
Tetapi bila manusia dengan kekuasaan Allah, bisa memasuki waktu maya (waktu Allah) maka manusia melalui “lubang cacing” bisa pergi ke masa depan yaitu masa kiamat dan sesudahnya, bisa melihat masa kebangkitan, neraka dan shiroth serta bisa melihat surga kemudian kembali ke masa kini, seperti yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW, sewaktu menjalani Isra’ dan Mi’raj.
Dari sinilah Rasulullah SAW diperjalankan oleh Allah SWT ke langit.
Sebagaimana firman Allah :
Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidrotil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal . . .
(QS. An Najm / 53:13-15)
Nampaknya dalam mengungkap Perjalanan Isra, Teori Hawking dengan “Lubang Cacing”-nya, sama logisnya dengan Teori Menerobos Garis Tengah Jagat Raya namun meskipun begitu, teori Hawking, tidak semuanya bisa kita terima dengan mentah-mentah.
Seandainya benar, Rasulullah diperjalankan Allah melalui “lubang cacing” semesta, seperti yang diutarakan oleh Dr. H.M. Nasim Fauzi, harus diingat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan lintas alam, yakni menuju ke tempat yang kelak dipersiapkan bagi umat manusia, di masa mendatang (surga).
Rasulullah dari masa ketika itu (saat pergi), berangkat menuju surga, dan pada akhirnya kembali ke masa ketika itu (saat pulang).
Dan dengan mengambil teladan peristiwa Isra, kita bisa ambil kesimpulan :
1. Manusia dengan kekuasaan Allah, dapat melakukan perjalanan lintas alam, untuk kemudian kembali kepada waktu normal.
2. Manusia yang melakukan perjalanan ke masa depan, namun masih pada ruang dimensi alam yang sama, tidak akan kembali kepada masa silam (mungkin sebagaimana terjadi pada Para Pemuda Kahfi).
3. Manusia sekarang, ada kemungkinan dikunjungi makhluk masa silam, tetapi mustahil bisa dikunjungi oleh makhluk masa depan. Hal ini semakin mempertegas, semua kejadian di masa depan, hanya dipengaruhi oleh kejadian di masa sebelumnya.
Sumber : Vivanews.com
Astronom berhasil menemukan gas yang terbentuk pada menit-menit pertama setelah Big Bang, kejadian yang kemudian dipercaya memicu pembentukan alam semesta. Penemuan gas yang dipublikasikan di jurnal Science, Kamis (10/11/2011), itu merupakan yang pertama kalinya dan sekaligus mendukung teori pembentukan alam semesta lewat Big Bang yang selama ini banyak dipercaya.
Gas yang ditemukan disebut sebagai gas murni karena bebas dari logam. Gas tersebut hanya terdiri dari dua unsur, hidrogen dan helium, yang terbentuk saat Big Bang. Menurut para ilmuwan, pada awal mula pembentukan semesta, gas murni tersebut lalu menggumpal membentuk awan gas, kemudian membentuk galaksi yang melahirkan bintang. Bintang itulah nantinya yang menyebarkan unsur-unsur yang ada di penjuru semesta.
Michele Fumagali, pimpinan tim peneliti dari University of California, Santa Cruz, mengatakan, hasil observasi memperkuat teori bagaimana unsur kimia terbentuk. "Ini konfirmasi yang bagus dari teori sebab teori memprediksikan bahwa pada menit pertama setelah Big Bang, hidrogen dan helium terbentuk, tak ada logam. Ini kali pertama ada observasi dan bukti kuat bahwa teori itu benar. Berita bagus untuk kosmologi," katanya.
Para astronom menemukan gas itu dengan menganalisis cahaya dari kuasar. Kuasar adalah area dekat lubang hitam supermasif. Semua materi dilahapnya sehingga menghasilkan cahaya terang. Para astronom mengobservasi cahaya kuasar dengan teleskop Keck I di Hawaii yang bisa memisahkan cahaya berdasarkan panjang gelombang sehingga memungkinkan ilmuwan mendeteksi material tertentu.
"Yang kami lakukan adalah menemukan spektrum bagian yang hilang. Sebab, antara kita dan kuasar ialah gas, yakni gas yang ingin kita pelajari. Gas menyerap cahaya dengan frekuensi tertentu. Dengan melihat spektrum, kita bisa tahu komposisinya. Dalam hal ini, kita lihat cahaya 'hilang' pada frekuensi terkait elemen ringan, dan saat kita mengharapkan penyerapan logam lebih berat, kita lihat cahaya kuasar tak terganggu," urai Fumagali.
Sebenarnya, ada 50 kandidat yang diobservasi dan diduga merupakan gas murni. Namun, dari sejumlah kandidat tersebut, hanya dua yang bisa dikatakan gas murni. Menurut Fumagali, gas murni yang ditemukan terbentuk 2 miliar tahun setelah Big Bang, atau kurang lebih 12 miliar tahun yang lalu. Menurut teori Big Bang, waktu tersebut adalah saat galaksi mulai tumbuh. Meskipun demikian, masih dibutuhkan penelitian untuk membuktikan hipotesis itu.
J Xavier Prochaska seperti dikutip Space kemarin yang juga terlibat penelitian mengatakan, gas murni masih bisa ditemukan lebih banyak lagi di semesta saat ini. "Saya memperkirakan, dalam semesta kita saat ini ada area yang benar-benar belum 'terpolusi'. Galaksi dan bintang tidak mengisi penuh semesta kita. Galaksi kita adalah pulau, dan dengan ekspansi galaksi, ada banyak volume di semesta yang sebenarnya berjarak jauh dari galaksi."
Sumber : Kompas, 11 November 2011
Berapa temperatur yang dibutuhkan air agar membeku? Menurut penelitian yang dilakukan oleh Valeria Molinero dari University of Utah dan dipublikasikan di jurnal Nature, ternyata jawabannya belum tentu nol derajat Celsius.
Pasalnya, air bisa tetap berbentuk cair meski suhunya jauh berada di bawah ‘titik beku’ itu. Kondisi air yang tetap cair dalam kondisi temperatur di bawah 0 derajat Celsius itu sendiri disebut juga dengan ‘supercooled’ water. Adapun peneliti menemukan bahwa supercooled air cair tersebut bisa tetap cair sampai suhunya berada di -48 derajat Celsius.
Dari penelitian, terungkap bahwa jika ingin membuat es dari air cair, kita perlu memiliki ‘bibit’ es di dalam cairan tersebut – yakni berupa kristal yang menjadi inti di mana kristal lain terbentuk.
Namun dalam air murni, yang tidak memiliki kandungan atau partikel lain di dalamnya, di mana inti atau nukleus penting bisa terbentuk, titik beku jadi lebih sulit dicapai karena sifat thermodynamics yang tidak lazim yang dimiliki H20.
“Air sangatlah unik karena memiliki perilaku yang berbeda dengan cairan lain,” kata Molinero. “Sebagai contoh, es air mengambang di atas air. Padahal, umumnya benda padat tenggelam jika ditempatkan di benda cair,” ucapnya. Misalnya, besi padat tenggelam saat dicelupkan di wadah yang berisi besi cair.
Kepadatan air juga berubah bersamaan dengan perubahan temperatur dan kondisi terpadat adalah saat berada di suhu 3,8 derajat Celsius. Ini menjelaskan mengapa ikan bisa bertahan hidup di bawah es karena berenang di air yang lebih hangat dan lebih padat di bagian bawah danau. “Namun sifat air yang paling mengagumkan adalah Anda bisa mendinginkannya ke suhu jauh di bawah 0 derajat dan ia tetap berbentuk cair,” ucap Molinero.
Menggunakan model komputer, Molinero dan rekan-rekannya kemudian melakukan simulasi terhadap perilaku supercooled water dalam level mikroskopik. Mereka menguji coba apa yang akan terjadi terhadap 32.768 molekul air jika didinginkan, menghitung kapasitas panas dari air, tingkat kepadatan dan tekanannya. Seribu jam kemudian, hasilnya terungkap. Temperatur di mana air dipastikan akan membeku adalah di -48 derajat Celsius.
Molinero menyebutkan, penelitian ini lebih dari sekadar memecahkan rasa kepenasaran secara ilmiah. Ilmuwan yang berkutat di masalah pemanasan global juga perlu mengetahui berapa temperatur dan tingkat kecepatan di mana air membeku dan mengkristal menjadi es.
“Air yang mendingin hingga -40 derajat Celsius bisa ditemukan di awan,” kata Molinero. “Anda perlu hasil temuan ini untuk memprediksi berapa banyak air yang ada di atmosfir dalam bentuk cair atau kristal. Ini penting untuk melakukan prediksi terhadap perubahan iklim global,” ucapnya. (Sumber: AFP, Cosmos)
Sumber : National Geographic Indonesia, 25 November 2011
Penemuan partikel neutrino yang bergerak melebihi kecepatan cahaya menjadi topik hangat di kalangan fisikawan dunia dalam beberapa bulan terakhir karena dianggap dapat meruntuhkan Teori Relativitas Albert Einstein. Lebih dari 100 tahun lampau, Einstein menyatakan tak ada yang bisa bergerak lebih cepat daripada cahaya.
Tak semua fisikawan menerima temuan para peneliti di CERN, laboratorium fisika terbesar dunia itu. Puluhan ahli mengemukakan berbagai sanggahan akan eksperimen ini. Pantur Silaban, profesor fisika dari Institut Teknologi Bandung, juga meragukan penemuan itu.
Menurut pria berusia 74 tahun ini, terlalu awal untuk menyatakan bahwa hasil eksperimen itu adalah valid. Terlihat dari pernyataan fisikawan eksperimental yang meminta ahli memeriksa ulang temuan mereka.
"Temuan ini masih jauh dari final," kata dia saat ditemui di kampus ITB, Bandung, akhir pekan lalu. Fisikawan pertama di Asia Tenggara ini percaya teori relativitas tak serta merta hancur oleh temuan partikel superluminal ini.
Einstein sebenarnya juga telah memprediksi keberadaan benda yang sanggup bergerak melebihi kecepatan cahaya, yang disebutnya tachyon. Neutrino sendiri bukan barang baru dalam dunia fisika. Partikel bermassa sangat kecil ini diformulasikan oleh Wolfgang Pauli pada tahun 1930. Namun memang baru kali ini terdapat indikasi bahwa neutrino bisa bergerak melebihi kecepatan cahaya.
Fisikawan ITB lainnya, Freddy Permana Zen mengatakan, partikel yang bergerak melebihi kecepatan cahaya memiliki dunia yang berbeda dengan yang dialami manusia sehari-hari. Pada dunia superluminal, sebab-akibat menjadi kabur. "Akibat bisa mendahului sebab," kata Freddy.
Jika temuan neutrino yang bergerak melebihi kecepatan cahaya dikonfirmasi, Pantur menilai akan ada beberapa koreksi pada teori relativitas tanpa harus menghancurkan teori tersebut. Hal serupa pernah terjadi pada awal abad ke-20, ketika Einstein mengkoreksi teori gravitasi Isaac Newton yang ditemukan sekitar 2,5 abad sebelumnya.
“Kenyataannya hingga sekarang Hukum Newton masih dipakai untuk menjelaskan fenomena alam,” kata fisikawan yang mempelajari teori relativitas dari lembaga yang diinisiatif oleh Albert Einstein ini.
Sumber : Tempo, 8 November 2011
Sebuah tim fisikawan dan insinyur berhasil menunjukkan logika kuantum serat, dimana satu foton dibuat dan digunakan untuk menjadi gerbang logika kuantum NOT-terkontrol dalam serat optik dengan fidelitas tinggi.
Satu-satunya teknologi kuantum yang digunakan secara praktis sekarang adalah kriptografi kuantum dan terbatas dalam jarak dimana komunikasi yang aman dapat terjadi.
Jaringan kuantum yang lebih memuaskan membutuhkan noktah-noktah dengan kemampuan mengimplementasikan pengolahan kuantum berskala kecil untuk meningkatkan jangkauan komunikasi kuantum. Jaringan demikian akan bertopang pada sambungan serat optik, membuat pembangkitan foton berbasis serat dan pengolahan informasi dari hal-hal teknologis yang berperan kunci.
Jeremy O’Brien, Professor fisika dan teknik elektro Universitas Bristol dan rekan-rekannya, telah menunjukkan kalau mungkin untuk gerbang NOT-terkendali serat berfidelitas tinggi beroperasi dengan sumber foton tunggal.
Professor O’Brien mengatakan “Berdasarkan model sederhana kami mampu menyimpulkan kalau ketidaksempurnaan yang ada terutama karena sumber foton, yang berarti gerbangnya sendiri bekerja dengan fidelitas sangat tinggi.”
“Pengolahan informasi kuantum berbasis serat tersebut akan memiliki penerapan penting dalam jaringan kuantum di masa depan.”
Pengolahan informasi kuantum berbasis serat dapat digunakan dalam teknologi kuantum yang kurang dewasa seperti komputasi, komunikasi dan pengukuran mutakhir, serta sains dasar optika kuantum.Tim ini melaporkan hasilnya dalam edisi Maret 2009 jurnal Physical Review A (Vol 79, No 3).
Sumber berita: University of Bristol
Referensi jurnal: Alex S. Clark, Jérémie Fulconis, John G. Rarity, William J. Wadsworth, and Jeremy L. O’Brien. All-optical-fiber polarization-based quantum logic gate. Physical Review A, 2009; 79 (3): 030303 DOI: 10.1103/PhysRevA.79.030303 Sumber : FaktaIlmiah.com, 8 Mei 2011
Nilai utama dari eksperimen ini adalah, hal ini meningkatkan pemahaman kita tentang konsep fisik dasar, seperti fluktuasi vakum - partikel virtual yang muncul dan menghilang secara konstan dalam vakum.
Para ilmuwan di Chalmers University of Technology telah berhasil menciptakan cahaya dari ruang hampa (vakum) – mengamati efek yang pernah diprediksi lebih dari 40 tahun yang lalu. Hasilnya dipublikasikan dalam jurnal Nature. Dalam sebuah percobaan yang inovatif, para ilmuwan telah berhasil menangkap beberapa foton yang terus-menerus muncul dan menghilang dalam vakum.
Percobaan ini didasarkan pada salah satu yang paling berlawanan dengan intuisi, namun merupakan salah satu prinsip yang paling penting dalam mekanika kuantum: bahwa vakum tidak berarti kehampaan yang kosong. Bahkan, vakum penuh dengan berbagai partikel yang terus berfluktuasi masuk dan keluar dari keberadaan. Mereka muncul, ada untuk sesaat dan kemudian menghilang lagi. Karena keberadaan mereka sangat singkat, mereka biasanya disebut sebagai partikel virtual.
Ilmuwan Chalmers, Christopher Wilson bersama rekan-rekannya telah berhasil membuat foton-foton meninggalkan keadaan virtual mereka dan menjadi foton nyata, yaitu cahaya yang terukur. Pada tahun 1970, fisikawan Moore memprediksi bahwa ini bisa terjadi jika foton virtual dimungkinkan untuk memantulkan sebuah cermin yang bergerak pada kecepatan yang hampir setara dengan kecepatan cahaya. Fenomena, yang dikenal sebagai efek Casimir dinamis ini, kini telah terobservasi untuk pertama kalinya dalam sebuah eksperimen brilian yang dilakukan oleh para ilmuwan Chalmers.
“Karena tidak mungkin membuat cermin untuk bisa bergerak cukup cepat, kami telah mengembangkan metode lain untuk mencapai efek yang sama,” jelas Per Delsing, Profesor Fisika Eksperimental di Chalmers. “Daripada memvariasikan jarak fisik ke cermin, kami memvariasikan jarak listrik ke sirkuit pendek listrik yang bertindak sebagai cermin untuk gelombang mikro.”
Dalam percobaan para ilmuwan Chalmers, foton virtual mementalkan "cermin" yang bergetar pada kecepatan yang hampir setingkat kecepatan cahaya. Cermin bulat pada gambar adalah sebuah simbol, dan di bawahnya adalah komponen elektronik kuantum (disebut sebagai SQUID), yang bertindak sebagai cermin. Hal ini memunculkan foton yang nyata (berpasangan) dalam ruang hampa. (Kredit: Philip Krantz, Chalmers)
“Cermin” terdiri dari komponen elektronik kuantum yang disebut sebagai SQUID (perangkat interferensi kuantum superkonduktor), yang sangat sensitif terhadap medan magnet. Dengan mengubah arah medan magnet beberapa milyar kali per detik, para ilmuwan mampu membuat “cermin” bergetar pada kecepatan hingga 25 persen dari kecepatan cahaya.
“Hasilnya, foton muncul berpasangan dari vakum, yang bisa kita ukur dalam bentuk radiasi gelombang mikro,” kata Per Delsing. “Kami juga mampu membuktikan bahwa radiasi memiliki sifat-sifat yang sama di mana dalam teori kuantum menyebutkan memang seharusnya dimiliki radiasi jika foton muncul berpasangan dengan cara ini.”
Apa yang terjadi selama percobaan adalah bahwa “cermin” mentransfer beberapa energi kinetiknya ke foton virtual, yang membantu mereka untuk terwujud. Menurut mekanika kuantum, ada berbagai jenis partikel virtual dalam vakum, seperti yang disebutkan sebelumnya. Göran Johansson, seorang professor fisika teoretis, menjelaskan bahwa alasan mengapa foton-foton muncul dalam percobaan ini adalah karena mereka kurang massa.
“Energi yang relatif sedikit dengan demikian diperlukan dalam rangka membangkitkan mereka dari keadaan virtual mereka. Pada prinsipnya, kita juga bisa membuat partikel lainnya dari vakum, seperti elektron atau proton, tapi itu akan membutuhkan energi yang lebih banyak. “
Para ilmuwan menemukan foton yang muncul berpasangan dalam percobaan yang menarik ini untuk mempelajari detailnya dengan lebih dekat. Foton-foton ini mungkin dapat digunakan dalam bidang penelitian informasi kuantum, yang meliputi pengembangan komputer kuantum.
Bagaimanapun juga, nilai utama dari eksperimen ini adalah, hal ini meningkatkan pemahaman kita tentang konsep fisik dasar, seperti fluktuasi vakum – partikel virtual yang muncul dan menghilang secara konstan dalam vakum. Diyakini bahwa fluktuasi vakum mungkin berhubungan dengan “energi gelap” yang mendorong percepatan ekspansi alam semesta. Penemuan percepatan ini diakui tahun ini dengan penganugerahan Hadiah Nobel dalam Fisika.
Kredit: Chalmers University of Technology
Jurnal: C. M. Wilson, G. Johansson, A. Pourkabirian, M. Simoen, J. R. Johansson, T. Duty, F. Nori, P. Delsing. Observation of the dynamical Casimir effect in a superconducting circuit. Nature, 17 November 2011; 479, 376–379. DOI: 10.1038/nature10561
Jurnal: C. M. Wilson, G. Johansson, A. Pourkabirian, M. Simoen, J. R. Johansson, T. Duty, F. Nori, P. Delsing. Observation of the dynamical Casimir effect in a superconducting circuit. Nature, 17 November 2011; 479, 376–379. DOI: 10.1038/nature10561
Sumber : FaktaIlmiah, 17 November 2011
Sebuah molekul baru yang dapat membantu menghasilkan efek pendinginan, telah terdeteksi di atmosfer bumi. Namun, menurut sejumlah ilmuwan molekul itu masih harus dilihat terlebih dahulu apakah dapat menangani pemanasan global.
Molekul dapat mengkonversi polutan, seperti karbon nitrogen dan sulfurdioksida, menjadi senyawa yang dapat menyebabkan pembentukan awan. Menurut para peniliti molekul ini dapat membantu melindungi bumi dari efek sinar matahari.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan jurnal Science Kamis (12/1), peneliti dari Universitas Manchester dan Bristol, Inggris dan peneliti AS yang berbasis di Sandia National Laboratories mendeteksi adanya molekul baru yang disebut Biradicals Criegee. Pasalnya, molekul itu mampu menggunakan sumber cahaya 100 juta kali lebih kuat dari matahari.
"Kami menemukan biradicals bisa mengoksidasi sulfur dioksida, yang akhirnya berubah menjadi asam sulfat, yang memiliki efek pendinginan yang dikenal," kata Carl Percival, salah satu penulis penelitian di Universitas Manchester kepada Reuters.
Namun menurutnya, terlalu dini untuk memprediksi berapa banyak molekul yang harus dibentuk untuk membuat dampak besar pada suhu dunia. Selain itu, efek dari pembentukan awan juga masih belum bisa dimengerti.
Sejak seabad lalu, suhu rata-rata bumi telah naik 0,8 derajat Celcius. Para ilmuwan mengatakan peningkatan harus dibatasi hingga di bawah dua derajat Celcius pada abad ini. Hal ini untuk mencegah naiknya permukaan laut dan konsekuensi yang tidak diinginkan lainnya.
Namun hingga kini, arus utama cara membatasi pemanasan seperti energi yang terbarukan dan efisiensi energi, tidak memberikan hasil cukup cepat. (Reuters/Wtr3)
Sumber : Metrotvnews, 14 Januari 2012
Johny Setiawan, astronom Indonesia, beserta astronom Eropa berhasil menemukan tata surya tertua. Dunia baru tersebut terdiri atas satu bintang yang dikelilingi oleh dua planet.
Tata surya tersebut dikatakan tertua karena berumur 12,8 miliar tahun, hanya 900 juta tahun lebih muda dari semesta yang tercipta lewat Big Bang pada 13,7 miliar tahun lalu.
Bintang induk pada tata surya tersebut diberi nama HIP 11952 sesuai penamaan obyek dari katalog Hipparcos. Sementara kedua planet yang mengorbit bintang tersebut diberi nama HIP 11952 b dan HIP 11952 c.
HIP 11952 juga dijuluki "Sannatana". Dalam bahasa Sansekerta, kata tersebut berarti abadi atau purba, sesuai dengan keunikan tata surya baru ini.
Sistem keplanetan yang baru saja ditemukan ini diperkirakan terbentuk saat galaksi Bimasakti masih bayi atau bahkan belum terbentuk. Jarak tata surya ini bahkan tak jauh, hanya 375 tahun cahaya dari Bumi.
"Ini sama perumpamaannya dengan menemukan benda arkeologi di pekarangan rumah sendiri," ungkap Johny lewat e-mail yang diterima Kompas.com, Jumat (23/3/2012) lalu.
Dua planet yang mengitari HIP 11952 ditemukan dengan metode kecepatan radial. Teknik ini didasarkan pada observasi gerakan bintang induk akibat planet-planet yang mengelilinginya.
Penelitian dilakukan pada tahun 2009-2011 menggunakan spektrometer FEROS (Fibre-fed Extended Range Optical Range Spectograph) pada teleskop 2,2 meter di Observatorium La Silla, Cile.
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa dua planet di tata surya baru ini ialah planet gas raksasa berukuran 0,8 dan 2,9 kali Jupiter. Masing-masing berevolusi dengan periode 7 dan 290 hari.
Anomali
Tata surya baru ini bisa dikatakan anomali. Pasalnya, bintang induk pada sistem keplanetan ini miskin logam, diperkirakan hanya 1 persen dari kandungan logam Matahari.
Teori saat ini menyatakan bahwa bintang-bintang dengan kandungan logam tinggi cenderung memiliki peluang lebih besar untuk memiliki planet, dan sebaliknya.
Sejauh ini, HIP 11952b dan HIP 11952c adalah temuan planet kedua yang mengelilingi bintang miskin logam. Tahun 2010, ditemukan planet yang mengelilingi HIP 13044 yang juga miskin logam.
Berdasarkan hasil penelitian, Johny mengatakan, "Kedua planet yang mengitari HIP 11952 membuktikan bahwa planet-planet ternyata memang dapat terbentuk di sekitar bintang yang kandungan logamnya sedikit."
Tak cuma itu, Johny yang bertahun-tahun bekerja di Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman, mengatakan bahwa planet di sekelilling bintang melarat logam mungkin umum.
Observasi pada bintang-bintang tua masih diperlukan untuk mengonfirmasi hal tersebut. Tim peneliti masih akan terus mencari jawabannya.
Secara lebih luas, secara teoritis diketahui bahwa lingkungan awal semesta hanya terdiri atas hidrogen dan helium. Unsur-unsur logam yang lebih berat terbentuk lewat proses lebih lanjut seperti supernova.
Penelitian ini menunjukkan bahwa manusia bisa berharap adanya planet-planet purba yang terbentuk pada awal semesta, walau kondisinya dipandang kurang memungkinkan.
Hasil penelitian Johny dipublikasikan di jurnal Astronomy and Astrophysics yang terbit minggu ini. Johny kini mengabdi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin.
Sumber : Kompas, 27 Maret 2012
Teori ‘giroskop’ stabilitas sepeda dilebih-lebihkan selama 40 tahun oleh fisikawan David Jones. Sejak itu, penggemar sepeda mengira sepeda bisa tegak lurus (tidak jatuh) berkat efek kastor.
Fisikawan Cornell, University of Wisconsin-Stout, Delft University of Technology, dan University of Twente di Belanda membuat sepeda ‘dua massa luncur’ tanpa efek giroskop dan jejak.
Sepeda akan tetap tegak lurus (tidak jatuh) karena roda berputar memberi cukup gaya giroskop pada stabilitas. Namun, para ahli eksperimen beberapa tahun lalu mendapati, belum ada massa yang cukup jelas pada roda untuk melawan massa sepeda dan pengendara.
Jones menguji teori itu dengan membuat sepeda dengan roda yang berputar berlawanan arah guna menghilangkan efek giroskop dan memastikan giro tak diperlukan untuk menjaga keseimbangan.
Sejak itu, pemahanan konvensional yang muncul adalah, jejak menciptakan efek kastor guna menjaga sepeda (dan sepeda motor) tetap tegak lurus. Kastor merupakan penjaga agar roda depan tak bergoyang-goyang tanpa aturan.
Video ini menjelasakan efek kastor, selama sepeda bergerak pada kecepatan yang cukup, sepeda akan seperti ‘dijalankan hantu’. Model stabilitas sepeda tradisional butuh perhitungan.
Karenanya, fisikawan pun membuat sepeda ‘two mass model’ (TMS) untuk menyerdehanakan dinamika stabilitas sepeda. Melalui model ini, fisikawan mempelajari, efek giroskop dan kastor bisa benar-benar dihilangkan dan sepeda tetap stabil.